Jumat, 18 November 2016

Keluar dari zona nyaman anda sekarang!!!


Comfort zone atau zona nyaman adalah zona pada saat kita merasakan suatu kehidupan yang nyaman tanpa ada terbebani sesuatu terutama masalah keuangan. Ini terjadi pada saat kita merasakan sebuah kenyamanan dengan apa yang dijalani dan didapatkan dalam kehidupan. Misalnya seperti gaji perbulan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan cicilan. Dapat berlibur setiap 3 bulan sekali, dan dapat digunakan untuk shopping setiap bulannya.
Seseorang yang sudah merasakan kenyamanan ini cenderung malas atau takut untuk keluar dari zona ini. Mereka takut untuk menghadapi kebangkrutan, dan beban-beban hidup lainnya. Lalu mengapa harus keluar jika sudah mendapatkan semua kesenangan ini?

Zona Nyaman Adalah Zona Berbahaya

Tahukah anda, jika zona nyaman adalah zona yang berbahaya. Karena dengan berada pada zona ini seseorang akan merasa tidak perlu untuk melakukan apa-apa lagi. Tidak jarang diantara mereka sebenarnya sadar akan kekurangan yang terjadi, namun enggan untuk beranjak keluar untuk berusaha lebih keras lagi. Inilah yang sering terjadi di kalangan manusia modern.
Dengan berada di zona nyaman, hidup akan stuck dan flat seperti film yang tidak ada klimaksnya. Ini bahkan dapat membuat orang bisa cepat pikun dan menua karena malas berfikir untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Dan lebih parahnya lagi, suatu saat kita akan dikagetkan dengan hal-hal yang tidak terduga seperti sakit, bencana alam, dll. Pada saat dikagetkan dengan hal-hal yang tidak terduga ini pastinya anda tidak akan siap menghadapinya dengan keuangan yang flat dan serba tercukupi. Inilah titik stress tertinggi yang akan di alami orang-orang yang tidak mau keluar dari zona nyamannya. Mereka akan merasakan ketidak adilan pada hidup mereka dikarenakan kebiasaan mereka dalam merasakan kenyamanan dalam hidup.
So, bagi anda yang berada di zona nyaman. Sangat disarankan untuk keluar dari zona ini demi kehidupan yang lebih baik. Tingkatkan standar hidup anda dengan mengejar sebuah kelebihan, bukan kecukupan. Namun bukan berarti hanya mengejar kenikmatan duniawi saja.
Keluar dari zona nyaman memang susah, karena kita diharuskan untuk meninggalkan sebuah rutinitas yang mana pada rutinitas tersebut tanpa ada beban sedikitpun yang dirasakan. Untuk itu, kami akan memberikan kepada anda tips bagaimana untuk keluar dari zona nyaman sekarang juga.

6 Tips Keluar Dari Zona Nyaman

1. Bertemulah Dengan Orang-Orang Baru
Cobalah untuk membuka diri untuk bertemu orang-orang baru yang jalan hidupnya berbeda dengan anda. Temukan orang-orang yang dalam hidupnya biasa menghadapi ketidakpastian. Dan hindari bertemu orang-orang yang juga berada pada zona nyaman seperti anda.
2. Jauhkan Harapan Yang Terlalu Tinggi
Keluar dari zona nyaman akan membuat anda menemukan kendala-kendala baru yang cenderung tidak enak bagi anda. Namun anda tetap harus menghadapi  kendala-kendala ini. Agar anda tidak merasakan tidak enak yang berlebihan, maka sebelumnya jauhkanlah harapan-harapan anda yang terlalu tinggi dan mulailah mengambil resiko.
3. Perhatikan Kekurangan Anda, Dan Lakukan Hal Yang Out Of The box
Hampir setiap orang merasa dirinya tidak ada kekurangan. Disaat orang mengatakan sesuatu tentang anda, anda takut membuatnya kecewa dengan anda. Pada saat itulah anda masih berada pada zona nyaman. Cobalah lakukan hal-hal yang berbeda dari biasanya. Yakinlah pada diri anda, dan jangan hiraukan apa yang orang katakan.
4. Berteman Dengan Orang Yang Berbeda
Kebanyakan orang ingin berteman dengan gaya dan pola pikir yang sama. Karena mereka senang jika memiliki teman yang satu pikiran. Namun ini justru akan membuat kita kekurangan wawasan dan pengalaman yang berbeda. Cobalah men masuki komunitas yang sama sekali tidak terpikirkan oleh anda dan berteman dengan mereka. Ini akan membantu anda untuk menghadapi masalah dengan sudut pandang yang berbeda.
5. Lawan Rasa Takut Anda
Coba pikirkan apa saja yang anda takutkan. Entah itu binatang, suasana, atau sesuatu yang anda takut kerjakan. Tulis daftar ketakutan anda, lalu cobalah tantang diri anda untuk bisa menghadapi rasa takut tersebut. Ini akan membuat anda lebih percaya diri untuk menghadapi masa depan yang lebih baik.
6. Imajinasikan Mimpi-Mimpi Yang Akan Anda Dapatkan
Coba tulis daftar mimpi yang akan anda kejar. Dan bayangkan anda akan mencapainya tidak lama lagi. Namun mimpikan mimpi-mimpi yang realistis agar anda bisa menuliskan sebuah rencana dan resiko apa saja yang akan anda lalui nanti.


Jadi apakah anda sudah siap meninggalkan zona nyaman anda? atau anda masih ingin bertahan dengan segala kenyamanan yang anda miliki sekarang?
Share:

Jumat, 11 November 2016

KERAGAMAN SISWA DAN GAYA BELAJAR

INTELEGENSI
GAYA BELAJAR
KEPRIBADIAN
&
TEMPERAMEN
STATUS SOSIAL
EKONOMI
RASETNIK
BAHASA
AGAMA
BUDAYA
KERAGAMAN
SISWA

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pada proses pembelajaran, guru tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi pelajaran saja atau yang biasa disebut dengan transfer ilmu. Sebab, di dalam pembelajaran atau pendidikan, ada aspek penilaian yang harus dilakukan guru terhadap siswanya yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, demi terwujudnya tujuan belajar dengan hasil yang optimal, guru perlu mengenal masing-masing siswa, dimana setiap siswa merupakan makhluk yang unik, secara lebih dekat. Untuk dapat mengenal siswa lebih dekat maka guru perlu mengetahui hal-hal apa saja yang membedakan siswa satu dengan siswa yang lainnya. Untuk itu, guru sangat perlu untuk memahami materi mengenal individu siswa supaya kelak ketika menjadi guru dapat dengan tepat menentukan materi, metode, dan tehnik penyampaian materi yang sesuai dengan kondisi siswa yang beragam di kelas dengan harapan tujuan belajar dapat terwujud dengan hasil yang optimal.

B.       Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Student Diversity (keragaman siswa) & Gaya Belajar?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada guru maupun calon guru, serta teman-teman, tentang keragaman siswa dan gaya belajar. 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keberagaman Siswa
Keberagaman peserta didik dalam belajar terbagi dalam 8 (delapan) jenis, diantaranya meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan logis matematik, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis (Gardner, 1983). Berbicara kemampuan yang dimiliki seseorang tak dapat dilepaskan dari kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Di mana seseorang disebut sukses, apabila hidup dengan harta berlimpah, memiliki fasilitas lengkap untuk melakukan aktivitas apa saja yang disukai. Namun ukuran sukses bagi seorang siswa adalah bila nilai mata pelajaran yang diujikan secara nasionalnya berada diatas kriteria. Memang ukuran idealnya sukses bukan hanya diukur dengan nilai mata pelajaran yang diujikan secara nasional saja, akan tetapi juga karena kemampuan mengelola emosi dan mental spiritualnya. Tak dapat disangkal kecerdasan intelektual dapat menentukan kelulusan seorang siswa, tetapi bila tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi kegagalan, tetap saja berbahaya bagi kelangsungan hidupnya di masa depan. Belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian penting, tetapi yang jauh lebih penting adalah persiapan mental spiritualnya. Belajar dan berdoa.
Sebagai pendidik yang kebetulan bukan termasuk penyaji materi pelajaran yang di ujikan secara nasional, penting kiranya mengetahui bakat siswa yang memiliki kelemahan dalam salah satu pelajaran yang diujikan secara nasional, akan tetapi istimewa untuk salah satu pelajaran non nasional. Letak pentingnya adalah, perhatian guru terhadap siswa sangat mempengaruhi motivasi pribadi siswa. Terutama bila siswa merasa respek dengan guru tadi. Mengingat dalam keseharian siswa perlu tokoh yang dijadikan pola anutan untuk mempersiapkan masa depannya. Siswa perlu mengetahui, bahwa dirinya sangatlah berarti di mata Sang Pencipta. Menyadarkan siswa akan potensi dirinya, diperlukan kearifan pendidik. Pendidik ataupun orangtua sebagai pendidik pertama dan utama, perlu melakukan upaya yang dapat mengembangkan potensi siswa secara maksimal. Bakat yang dimiliki anak perlu kita cermati dengan jeli dan penuh perhatian. Siswa sebagai pribadi yang unik, dengan bakat dan minat tentu berbeda satu dengan yang lain.

1.  Inteligensi
Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata “inteligensia“ berasal dari kata inter dan lego, “inter” berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Inteligensi berasal dari kata latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind together). Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Minat terhadap inteligensi sering kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual.

A. Definisi Inteligensi Menurut Para Ahli
1.        Inteligensi Menurut Alfred Binet (1857-1911) & Theodore Simon, inteligensi terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri (autocriticism).
2.        Anita E. Woolfolk (1995) mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, inteligensi itu meliputi tiga pengertian, yaitu : (1). Kemampuan untuk belajar. (2). Keseluruh pengetahuan yang di peroleh. (3). Kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Selanjutnya, Woolfolk  mengemukakan inteligensi itu merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.
3.        David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. 
4.        Lewis Madison Terman pada tahun 1916 mendefinisikaninteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.
5.        H. H. Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan inteligensisebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
6.    V.A.C. Henmon mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua faktor, yaitu kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
7.        Baldwin pada tahun 1901 mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami.
8.    Edward Lee Thorndike (1874-1949) tahun 1913 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta.
9.        George D. Stoddard pada tahun 1941 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan mengandung kesukaran, kompleks, abstrak, ekonomis, diarahkan pada suatu tujuan, mempunyai nilai sosial, dan berasal dari sumbernya.
10.    Walters dan Gardber pada tahun 1986 mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu.
11.    Flynn pada tahun 1987 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman.
12.  Santrock pada tahun 2008 mendefinisikan intelegensi adalah keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.
B.   Faktor yang mempengaruhi kecerdasan
Faktor yang mempengaruhi kecerdasan yaitu:
a.     Faktor Bawaan atau Biologis
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.
b.    Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
c.     Faktor Pembentukan atau Lingkungan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
d.    Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
e.     Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
C.   Kecerdasan Emosional
Emotional Intelligence atau sering disebut Emotional Quotient (EQ) adalah kecerdasan emosional yang mencakup kesadaran diri, pengendalian dorongan hati, ketekunan, semangat atau motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.
Menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari 4 area :
  1. Developing emotional, seperti : kemampuan untuk memisahkan perasaan  dari tindakan.
  2. Managing emotions, seperti : mampu untuk mengendalikan amarah.
  3. Reading emotions, seperti : memahami perspektif orang lain.
  4. Handing relationships, seperti : kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.
Sebelumnya sudah banyak penelitian tentang kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual bisa diukur, ditunjuk dengan score-score tertentu, apakah tinggi, sedang, jenius, diatas rata-rata atau dibawah rata-rata. Jelas bahwa kecerdasan intelektual  (IQ) yang tinggi berbicara tentang kemampuan minat intelektual yang dapat kita ramalkan. Sedangkan kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi berbicara menggenai tidak mudah takut ataupun gelisah, mudah bergaul, mampu melibatkan diri dengan orang lain atau dengan permasalahan, tanggung jawab dan simpatik, erat dalam hubungan social.
Daniel Goleman mengungkapkan mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang menjadi berhasil. Hal ini disebabkan oleh satu faktor penting, yang selama ini selalu diabaikan, yaitu faktor EQ. Kecerdasan emosional ini memiliki ciri-ciri yang menandai orang yang menonjol dalam hubungan interpersonal yang dekat dan hangat, penyesuaian dan pengendalian diri yang baik (dalam hal emosi, perasaan, frustrasi), menjadi bintang di pergaulan linkungan sosial dan dunia kerja. Seandainya seorang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah maka dia akan mengalami kesulitan bergaul (sulit berteman), kesulitan mendapat pekerjaan, kesulitan perkawinan, kecanggungan mendidik anak, memburuknya kesehatan, dan akhirnya menghambat perkembangan intelektual dan menghancurkan karir. Barangkali kerugian terbesar diderita oleh anak-anak, yaitu dapat terjerumus stres, depresi, gangguan makan, kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas, dan kejahatan dengan kekerasan. 
Dalam lingkungan sosial, orang yang berhasil belum tentu orang yang waktu masih sebagai siswa yang mempunyai nilai sekolah yang baik sekali, juga belum tentu yang keluaran dari sekolah favourit/terkenal. Mereka yang berhasil adalah kebanyakan dari mereka yang dalam memanfaatkan dan mengembangkan faktor EQ dalam hubungan sosial. Seperti : penghargaan satu dengan yang lainnya, kesadaran diri, pengendalian diri, kesabaran, sikap halus (lembut), optimistik, dan lain-lain. Disini digunakan kata memanfaatkan dan mengembangkan seperti disebutkan diatas karena EQ itu selain dipengaruhi oleh faktor keturunan (nature) juga dipengaruhi oleh faktor belajar/setelah lahir (nurture).
Satu hal yang menggembirakan ini adalah bahwa EQ itu dapat dikembangkan, dipupuk, dan diperkuat dalam diri kita semua. Oleh karena itu, kita bisa berusaha meningkatkan kecerdasan emosional itu agar memperoleh dan menikmati hidup yang sehat, bahagia, dan berhasil di segala bidang kehidupan ini. Meskipun demikian, kita tidak bisa mengenal diri kita secara penuh atau total, tetapi kita harus berusaha menuju jalan atau cara yang bisa membuat kita lebih mengetahui dan memahami EQ itu sendiri. Hal ini dengan maksud untuk menampilkan dan menguatkan perilaku kita yang positif (kelebihan dan keunggulan kita) serta menutupi dan mengaburkan perilaku kita yang negatif (kelemahan dan kejelekan kita).
D.   Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (Spiritual Quotient) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.
E. Kecerdasan Ganda
Pada tahun 1983, Dr. Howard Gardner  dari Harvard University Amerika Serikat mengembangkan suatu kriteria  jamak untuk mengukur intelegensi manusia. Gardner berpendapat bahwa, kecerdasan yang dimiliki seseorang terdiri dari berbagai bentuk kecerdasan, bukan kecerdasan tunggal. Dan teori tentang kecerdasan jamak tersebut disebut dengan multiple intelligences. Multiple intelligences adalah sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu menggunakan berbagai  kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu.
Di dalam teori multiple intelligences, Dr. Howard Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 8 jenis kecerdasan, yaitu :
  1. Kecerdasan  Linguistik adalah  kemampuan untuk membaca, menulis  dan  berkomunikasi.  Anak-anak  dengan kemampuan linguistik  di atas rata-rata, tidak akan memiliki kesulitan dalam berbahasa, baik verbal maupun tulisan.
  2. Kecerdasan  Logis-Matematis adalah kemampuan untuk menganalisa masalah secara logis, dan sistematis, menemukan atau menciptakan rumus-rumus atau pola matematika dan menyelidiki sesuatu secara ilmiah.
  3. Kecerdasan Visual-Spasial adalah kemampuan untuk berpikir melalui gambar, memvisualisasikan hasil  masa depan, mengimajinasikan sesuatu dengan penglihatan.  Kecerdasan jenis ini memungkinkan orang membayangkan bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih mudah.
  4. Kecerdasan  Musikal adalah kemampuan untuk mengkomposisikan musik, menyanyi dan menghargai musik serta memiliki kepekaan terhadap irama.  Anak-anak dengan kecerdasan musikal yang menonjol tampak dari kemampuan mereka untuk mengenali dan mengingat nada-nada dengan mudah.
  5. Kecerdasan  Kinestetis-Badan adalah kemampuan untuk menggunakan badan secara terampil. Anak-anak dengan  kecerdasan jenis ini, secara alamiah memiliki tubuh yang atletis dan memiliki ketrampilan fisik.
  6. Kecerdasan  Interpersonal adalah kemampuan untuk bisa memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, serta melihat perbedaan orang lain dari segi suasana hati, temperamen dan motivasi.   Kecerdasan  Interpersonal adalah kemampuan untuk bekerja secara efektif dengan orang lain, memiliki empati dan pengertian, menghayati motivasi dan tujuan seseorang.
  7. Kecerdasan  Intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri, mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat ia lakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana reaksi diri sendiri terhadap suatu situasi, dan memahami situasi seperti apa yang sebaiknya ia hindari serta mengarahkan dan mengintrospeksi diri.
  8. Kecerdasan Naturalis adalah kemampuan untuk merasakan bentuk-bentuk serta menghubungkan  elemen-elemen yang ada di alam.  Individu-individu dengan kecerdasan naturalis yang tinggi sangat berminat pada lingkungan bumi dan spesies.

2.  Kepribadian & Temperamen
A.   Kepribadian
Menurut Horton (1982:12), pengertian kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan berprilaku yang baku, atau berpola dan konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya. Sedangkan pengertian kepribadian menurut Schaefer dan Lamm (1998:97) adalah sebagai keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri khas, dan perilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku, berlaku terus-menerus secara konsisten dalam menghadapi situasi yang dihadapi. Pola perilaku dengan demikian juga merupakan perilaku yang sudah baku, yang cenderung ditampilkan seseorang jika ia dihadapkan pada situasi kehidupan tertentu. Orang yang pada dasarnya pemalu cenderung menghindarkan diri dari kontak mata dengan lawan bicaranya.
Menurut Purwanto (2006) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain:
a.         Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.

b.         Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat, yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.
c.         Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain: Nilai-nilai (Values), adat dan tradisi, pengetahuan dan keterampilan, bahasa, dan milik kebendaan (material possession).
B.   Temperamen
Menurut Allport (1937) temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah-tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada faktor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan.
Menurut G. Edwald mengartikan temperamen adalah konstitusi psikis yang berhubungan dengan konstitusi jasmani. Di sini peranan keturunan memainkan peranan penting, sedangkan pengaruh pendidikan dan lingkungan tidak ada. Dalam kaitan dengan watak, G. Ewald lebih melihat temperamen sebagai yang tetap seumur hidup, yang tak mengalami perkembangan, karena temperamen bergantung pada konstelasi hormon-hormon, sedangkan konstelasi hormon-hormon itu tetap selama hidup.
Temperamen menurut Santrock (2009), temperamen adalah gaya prilaku dan cara khas pemberian respons seseorang.
Menurut Chaplin (1995) temperamen adalah totalitas terorganisir dari kecenderungan-kecenderungan psikofisik individu untuk mereaksi dengan satu cara tertentu.
Menurut LaHaye (1999), temperamen adalah kombinasi pembawaan yang diwarisi dari orang tua dan tanpa sadar mempengaruhi tingkah laku manusia.
Sujanto (1993) menjelaskan bahwa temperamen berasal dari kata temper yang berarti campuran. Temperamen adalah sifat seseorang yang disebabkan adanya campuran-campuran zat di dalam tubuhnya yang juga mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Jadi temperamen berarti sifat laku jiwa dalam hubungannya dengan sifat kejasmanian. Temperamen juga merupakan sifat-sifat yang tetap dan tidak dapat di didik.
Menurut LaHaye (1999), Temperamen adalah kombinasi pembawaan yang diwarisi dari orang tua dan tanpa sadar mempengaruhi tingkah laku manusia. Selanjutnya dikatakan pula temperamen menetapkan garis pedoman yang tegas atas tingkah laku setiap orang pola yang akan mempengaruhi seseorang selama hidup.
Menurut Chaplin (1995) Temperamen adalah disposisi reaktif seseorang. Pengertian disposisi dalam hal ini adalah totalitas terorganisir dari kecenderungan-kecenderungan psikofisik individu untuk mereaksi dengan satu cara tertentu. Selain itu disposisi dapat diartikan sebagai sifat-sifat yang realitif terus-menerus atau menerangkan kualitas yang menetap dan konsekuen dari tingkah laku.
Corsini (2002) Mengemukakan dua definisi dari temperamen. Pertama, temperamen didefinisikan sebagai pola dasar dari reaksi-reaksi individu yang meliputi karakteristik-karakteristik seperti tingkat energy umum, perubahan emosi, dan intensitas serta tempo dari respon-respon. Kedua dengan mempertimbangkan sebuah ciri dasar psikologi, temperamen dikatakan mengarah pada suasana hati seseorang.
Adapun jenis- jenis temperamen ialah :
1.      Sanguine
Seseorang yang memiliki tipe sanguine adalah orang yang ramah dan hangat, berusaha menyenangkan hati orang lain, supel dalam bergaul, kehadirannya meramaikan suasana, mudah tertawa tapi mudah pula terharu. Tetapi orang jenis ini punya kekurangan, seperti sembrono, sering berbohong/membual, kurang bisa diandalkan dalam melaksanakan tanggung jawabnya, kurang berpikir panjang, kurang tekun, jika dimarahi dia akan menangis tersedu-sedu tetapi ia akan langsung melupakannya.


2.      Melankolis
Seseorang yang memiliki tipe melankolis ini adalah orang yang tekun dalam melakukan sesuatu, berbakat, perfeksionis, suka yang indah-indah, setia, biasanya tanpa disuruh dia akan langsung mengerjakan tugasnya, sangat menjaga barang pribadi, hanya dengan disindir saja dia sudah langsung tahu letak kesalahannya dan berusaha untuk memperbaikinya. Tapi orang jenis ini sangat perasa dan cenderung pemurung, sangat sensitif dan mudah tersinggung, kata-kata kasar yang dituju padanya akan sangat melukai hatinya dan sulit untuk dia lupakan, cenderung pendendam dan menarik diri dari lingkungan luar serta mengasihani diri sendiri.
3.      Kolerik
Seseorang yang mempunyai temperamen jenis ini merupakan orang yang berkemauan keras, berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya (ambisius), mandiri, punya rasa percaya diri yang kuat, suka menjadi pemimpin, aktif dan produktif. Tapi orang jenis ini cenderung keras kepala, cenderung ingin menjadi dominan di antara teman-temannya, cenderung bertindak agresif, dan cenderung menentang otoritas pemimpin secara terang-terangan.
4.      Flegmatik
Berasal dari kata flegma yang artinya ketidakacuhan atau sikap dingin yang apatis dan menjemukan. Keseluruhan sifat ini tampaknya kebalikan dari kolerik. Orang dengan tipe ini adalah orang yang cinta ketenangan dan kedamaian, pendiam, tidak rewel, penurut, easy going, dan tidak banyak menuntut. Tapi orang jenis ini terkesan lamban, pasif, kurang motivasi, egois, pelit, tidak menyerang otoritas pemimpin secara terang-terangan, tapi sebenarnya dia keras kepala juga dan cenderung sembunyi-sembunyi untuk tidak mematuhi peraturan. Banyak orang yang menganggapnya sebagai pemalas karena sifat dasarnya yang sangat santai dan kurang berambisi.
3. Status Sosial Ekonomi
Status ekonomi adalah kelompok orang berdasarkan karakteristik ekonomi, individual, dan pekerjaannya. Kelas sosial menunjukkan lebih dari sekedar tingkat penghasilan dan pendidikan. Bersama kelas sosial terdapat seperangkat perilaku, harapan, dan sikap yang ditemukan dimana-mana, yang saling bersinggungan dengan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya lainnya. Asal kelas sosial siswa mempunyai efek yang sangat besar terhadap sikap dan perilaku di sekolah.

4. Kultur
Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi lainnya.
Etnisitas adalah pola umum karakteristik seperti warisan kultural, nasionalitas, ras, agama, dan bahasa.
Kultur sangat mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Banyak aspek budaya mempunyai andil bagi identitas dan konsep diri pelajar dan mempengaruhi keyakinan dan nilai, sikap, dan harapan, hubungan sosial, penggunaan bahasa, dan perilaku lain pelajar.

B. Gaya Belajar
1.  Pengertian Gaya Belajar
Setiap manusia yang lahir ke dunia ini selalu berbeda satu sama lainnya. Baik bentuk fisik, tingkah laku, sifat, maupun berbagai kebiasaan lainnya. Tidak ada satupun manusia yang memiliki bentuk fisik, tingkah laku dan sifat yang sama walaupun kembar sekalipun. Suatu hal yang perlu kita ketahui bersama adalah bahwa setiap manusia memiliki cara menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya dengan cara yang berbeda satu sama lainnya. Ini sangat tergantung pada gaya belajarnya. “Seperti yang dijelaskan oleh Hamzah B. Uno, “bahwa pepatah mengatakan lain ladang, lain ikannya. Lain orang, lain pula gaya belajarnya. Peribahasa tersebut memang pas untuk menjelaskan fenomena bahwa tak semua orang punya gaya belajar yang sama. Termasuk apabila mereka bersekolah disekolah yang sama atau bahkan duduk dikelas yang sama”.
Berdasarkan Sukadi, bahwa “gaya belajar yaitu kombinasi antara cara seseorang dalam menyerap pengetahuan dan cara mengatur serta mengolah informasi atau pengetahuan yang didapat.” Sedangkan menurut S. Nasution, “gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal.”
Menurut DePorter & Hernacki, “gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.”
Menurut Fleming dan Mills, “gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.”
Willing mendefinisikan, “gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar. Keefe memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya.”
Adapun gaya belajar yang dimaksud dalam disini adalah cara siswa mempelajari materi yang didasarkan pada gaya belajar yang mereka miliki yaitu: gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.
Menurut Bobby De Porter & Mike Hernacki, gaya belajar seseorang adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, disekolah, dan dalam situasi antar pribadi.
Rina Dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar orang. Ini mencakup faktor- faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sebagian orang, misalnya, dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang yang belajar paling baik secara berkelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan sepi. Ada orang-orang yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya semua dapat terlihat.
Walaupun masing-masing peneliti menggunakan istilah yang berbeda dan menemukan berbagai cara untuk mengatasi gaya belajar seseorang, telah disepakati secara umum adanya dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas) dak kedua, cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Selanjutnya, jika seseorang telah akrab dengan gaya belajarnya sendiri, maka dia dapat membantu dirinya sendiri dalam belajar lebih cepat dan lebih mudah.
Levie & Levie yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali dan menghubungkan fakta dan konsep. Baugh dan Achsin memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan memperoleh hasil belajar melalui indra pandang dan indra dengar sangat menonjol perbedaannya kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang (visual), dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar (auditorial), dan 5% lagi dengan indera lainnya (kinestetik). Sementara itu, Dale memperkirakan bahwa perolehan hasil belajar melalui indera pandang (visual) berkisar 75%, melalui indera dengar (auditorial) sekitar 13% dan melalui indera lainnya (termasuk dalam kinestetik) sekitar 12%.
Seluruh definisi gaya belajar di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi gaya belajar tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi. Berdasarkan keterangan-keterangan di atas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa gaya belajar yaitu suatu cara pandangan pribadi terhadap peristiwa yang dilihat dan di alami. Oleh karena itulah pemahaman, pemikiran, dan pandangan seorang anak dengan anak yang lain dapat berbeda, walaupun kedua anak tersebut tumbuh pada kondisi dan lingkungan yang sama, serta mendapat perlakuan yang sama.
2. Macam-macam Gaya Belajar
Menurut Bobbi De Poter & Mike Hernacki secara umum gaya belajar manusia dibedakan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik.
a. Gaya Belajar Visual
Menurut Bobbi De Poter & Mike Hernacki yang dikutip oleh Sukadi, berdasarkan arti katanya, Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, mengamati, memandang, dan sejenisnya. Kekuatan gaya belajar ini terletak pada indera penglihatan. Bagi orang yang memiliki gaya ini, mata adalah alat yang paling peka untuk menangkap setiap gejala atau stimulus (rangsangan) belajar.
Orang dengan gaya belajar visual senang mengikuti ilustrasi, membaca instruksi, mengamati gambar-gambar, meninjau kejadian secara langsung, dan sebagainya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemilihan metode dan media belajar yang dominan mengaktifkan indera penglihatan (mata). Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat sehingga mata sangat memegang peranan penting. Gaya belajar secara visual dilakukan seseorang untuk memperolah informasi seperti melihat gambar, giagram, peta, poster, grafik, dan sebagainya. Bisa juga dengan melihat data teks seperti tulisan dan huruf.
Seorang yang bertipe visual, akan cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, gambar. Pokoknya mudah mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat dengan alat penglihatannya. Sebaliknya merasa sulit belajar apabila dihadapkan bahan-bahan bentuk suara, atau gerakan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa orang yang menggunakan gaya belajar visual memperoleh informasi dengan memanfaatkan alat indera mata. Orang dengan gaya belajar visual senang mengikuti ilustrasi, membaca instruksi, mengamati gambar-gambar, meninjau kejadian secara langsung, dan sebagainya.
b. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar dengan cara mendengar. Orang dengan gaya belajar ini, lebih dominan dalam menggunakan indera pendengaran untuk melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain, ia mudah belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan apabila melalui alat indera pendengaran (telinga). Orang dengan gaya belajar auditorial memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk mendengar.
Oleh karena itu, mereka sangat mengandalkan telinganya untuk mencapai kesuksesan belajar, misalnya dengan cara mendengar seperti ceramah, radio, berdialog, dan berdiskusi. Selain itu, bisa juga mendengarkan melalui nada (nyanyian/lagu).
Anak yang bertipe auditorial, mudah mempelajari bahan-bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah), begitu guru menerangkan ia cepat menangkap bahan pelajaran, disamping itu kata dari teman (diskusi) atau suara radio/casette ia mudah menangkapnya. Pelajaran yang disajikan dalam bentuk tulisan, perabaan, gerakan-gerakan yang ia mengalami kesulitan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa orang yang menggunakan gaya belajar Auditorial memperoleh informasi dengan memanfaatkan alat indera telinga. Untuk mencapai kesuksesan belajar, orang yang menggunakan gaya belajar auditorial bisa belajar dengan cara mendengar seperti ceramah, radio, berdialog, dan berdiskusi.
c.    Gaya belajar Kinestetik
Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh. Maksudnya ialah belajar dengan mengutamakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Orang dengan gaya belajar ini lebih mudah menangkap pelajaran apabila ia bergerak, meraba, atau mengambil tindakan. Misalnya, ia baru memahami makna halus apabila indera perasanya telah merasakan benda yang halus.
Individu yang bertipe ini, mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan-tulisan, gerakan-gerakan, dan sulit mempelajari bahan yang berupa suara atau penglihatan. Selain itu, belajar secara kinestetik berhubungan dengan praktik atau pengalaman belajar secara langsung.

Dari pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa orang yang menggunakan gaya belajar kinestetik memperoleh informasi dengan mengutamakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Individu yang mempunyai gaya belajar kinestetik mudah menangkap pelajaran apabila ia bergerak, meraba, atau mengambil tindakan. Selain itu dengan praktik atau pengalaman belajar secara langsung.
3. Ciri-ciri Gaya Belajar
Pada dasarnya, dalam diri setiap manusia terdapat tiga gaya belajar. Akan tetapi ada di antara gaya belajar yang paling menonjol pada diri seseorang. Disini peneliti membahas tiga ciri gaya belajar, yaitu ciri gaya belajar Visual, Auditorial dan Kinestetik.
a.  Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar
Visual:
1)             Senang kerapian dan ketrampilan.
2)             Jika berbicara cenderung lebih cepat.
3)             Ia suka membuat perencanaan yang matang untuk jangka panjang.
4)             Sangat teliti sampai ke hal-hal yang detail sifatnya.
5)             Mementingkan penampilan, baik dalam berpakaian maupun presentasi.
6)             Lebih mudah mengingat apa yang di lihat, dari pada yang di dengar.
7)             Mengingat sesuatu dengan penggambaran (asosiasi) visual.
8)             Ia tidak mudah terganggu dengan keributan saat belajar (bisa membaca dalam keadaan ribut sekali pun).
9)             Ia adalah pembaca yang cepat dan tekun.
10)         Lebih suka membaca sendiri dari pada dibacakan orang lain.
11)         Tidak mudah yakin atau percaya terhadap setiap masalah atau proyek sebelum secara mental merasa pasti.
12)         Suka mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam rapat.
13)         Lebih suka melakukan pertunjukan (demonstrasi) dari pada berpidato.
14)         Lebih menyukai seni dari pada musik.
15)         Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, akan tetapi tidak pandai memilih kata-kata.
16)         Kadang-kadang suka kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.
Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Visual yaitu biasanya duduk tegak dan mengikuti penyaji dengan matanya.

b.    Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar Auditorial:
1)        Saat bekerja sering berbicara pada diri sendiri.
2)        Mudah terganggu oleh keributan atau hiruk pikuk disekitarnya.
3)        Sering menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca.
4)        Senang membaca dengan keras dan mendengarkan sesuatu.
5)        Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara dengan mudah.
6)        Merasa kesulitan untuk menulis tetapi mudah dalam bercerita.
7)        Biasanya ia adalah pembicara yang fasih.
8)        Lebih suka musik dari pada seni yang lainnya.
9)        Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat.
10)    Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar.
11)    Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya.
Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Auditorial yaitu sering mengulang dengan lembut kata-kata yang di ucapkan penyaji, atau sering menggunakan kepalanya saat fasilitator menyajikan informasi lisan. Pelajar tipe ini sering “memainkan sebuah kaset dalam kepalanya” saat ia mencoba mengingat informasi. Jadi, mungkin ia akan memandang ke atas saat ia melakukannya.

c.    Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik:
1)           Berbicara dengan perlahan.
2)           Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka.
3)           Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.
4)           Selalu berorientasi dengan sifik dan banyak bergerak.
5)           Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.
6)           Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca.
7)           Banyak menggunakan isyarat tubuh.
8)           Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.
9)           Memungkinkan tulisannya jelek.
10)         Ingin melakukan segala sesuatu.
11)         Menyukai permainan yang menyibukkan.
Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Kinestetik yaitu sering memnunduk saat ia mendengarkan.
4.        Strategi Untuk Mempermudah Gaya Belajar
a.  Strategi untuk mempermudah gaya belajar Visual:
Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan gaya belajar siswa, di antaranya untuk siswa visual :
1)        Gunakan kertas tulis dengan tulisan berwarna dari pada papan tulis. Lalu gantunglah grafik berisi informasi penting di sekeliling ruangan pada saat anda menyajikannya, dan rujuklah kembali grafik itu nanti.
2)        Dorong siswa untuk menggambarkan informasi, dengan menggunakan peta, diagram, dan warna. Berikan waktu untuk membuatnya.
3)        Berdiri tenang saat penyajikan segmen informasi, bergeraklah diantara segmen.
4)        Bagikan salinan frase-frase kunci atau garis besar pelajaran, sisakan ruang kosong untuk catatan.
5)        Beri kode warna untuk bahan pelajaran dan perlengkapan, dorong siswa menyusun pelajaran mereka dengan aneka warna.
6)        Gunakan bahan ikon dalam presentasi anda, dengan mencipkan simbol visual atau ikon yang mewakili konsep kunci.
b.    Strategi untuk mempermudah gaya belajar auditorial :
Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan gaya belajar siswa, di antaranya untuk siswa auditorial adalah :
1)   Gunakan variasi vokal (perubahan nada, kecepatan, dan volume) dalam presentasi.
2)   Ajarkan sesuai dengan cara anda menguji : jika anda menyajikan informasi delam urutan atau format tertentu, ujilah informasi itu dengan cara yang sama.
3)   Gunakan pengulangan, minta siswa menyebutkan kembali konsep kunci dan petunjuk.
4)   Setelah tiap segmen pengajaran, minta siswa memberitahu teman di sebelahnya satu hal yang dia pelajari.
5)   Nyanyikan konsep kunci atau minta siswa mengarang lagu/rap mengenai konsep itu.
6)   Kembangkan dan dorong siswa untuk memikirkan jembatan keledai untuk menghafal konsep kunci.
7)   Gunakan musik sebagai aba-aba untuk kegiatan rutin.
c. Strategi untuk mempermudah gaya belajar kinestetik :
Secara sederhana kita dapat menyesuaikan cara mengajar kita dengan gaya belajar siswa, di antaranya untuk siswa kinestetik adalah :
1)   Gunakan alat bantu saat mengejar untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan menekankan konsep-konsep kunci.
2)   Ciptakan simulasi konsep agar siswa mengalaminya.
3)   Jika bekerja dengan siswa perseorangan, berikan bimbingan paralel dengan duduk di sebelah mereka, bukan di depan atau belakang mereka.
4)   Cobalah berbicara dengan setiap siswa secara pribadi setiap hari, sekalipun hanya salam kepada para siswa saat mereka masuk atau “ibu senang kamu berpartisipasi” atau mereka keluar kelas
5)   Peragakan konsep sambil memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajarinya langkah demi langkah.
6)   Ceritakan pengalaman pribadi mengenai wawasan belajar anda kepada siswa, dan dorong mereka untuk melakukan hal yang sama.
7)   Izinkan siswa berjalan-jalan di kelas jika situasi memungkinkan.
Menurut Rose dan Nichole “setiap orang belajar dengan cara  berbeda-beda,  dan  semua  cara  sama  baiknya”.  Setiap  cara mempunyai kekuatan sendiri-sendiri, namun dalam kenyataannya kita semua memiliki ketiga gaya belajar itu, hanya saja biasanya satu gaya mendominasi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penulisan makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa keragaman siswa dapat diketahui melalui kecerdasannya. Kecerdasan siswa terbagi dalam bentuk kecerdasan ganda atau kecerdasan majemuk yang didalamnya juga didampingi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Indikator yang mempengaruhi seperti kepribadian & temperamen, status sosial ekonomi, serta kultur dan gaya belajar juga merupakan faktor penting dalam pembentukan keragaman siswa.
Adapun gaya belajar yang dipaparkan di makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam perkembangan peserta didik dalam membentuk kecerdasannya. Melalui gaya belajar tersebut guru dapat menganalisa keragaman yang terjadi didalam kelas selama proses belajar berlangsung. Karena, seperti yang dijelaskan didalam makalah ini bahwa, faktor yang menentukan kesuksesan seseorang bukan hanya faktor intelegensi semata. Oleh sebab itu, dengan menerapkan gaya belajar disini guru dapat mengetahui potensi-potensi yang ada dalam diri peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Jasmine Julia M.A. (2007). Mengajar Dengan Metode Kecerdasan Majemuk: implementasi multiple intelligences, Bandung : Nuansa.
Murdoko, E. Widijo Hari S.Psi.(2008). Memaksimalkan Potensi Anak ( Katahui dan Arahkan Bakat Anak Anda) , Yogyakarta : Pelangi.



Share: